BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS
create your own banner at mybannermaker.com!

Wednesday, March 16, 2011

Bermimpi ke Tanah Suci



Hari itu...seorang teman meminjamkan VCD yang berjudul "Emak Ingin Naik Haji". Spontan saya langsung menyambut hangat kebaikannya, Bersama suami..kami putar dan menonton di malam harinya. Berulang kali kami mengusap airmata yang kadang menetes lancar, disertai isak tangis kami. Yaa, kami ambil ibroh dari manapun, memfilternya dan memang ada yang membekas di hati kami..


kata-kata emak seperti:


“Kalaupun Allah keburu memanggil emak sebelum emak sempat pergi ke sana, emak ikhlas kok. Raga emak mungkin nggak mampu buat mengarungi samudera luas begitu untuk pergi ke tanah suci.” sejenak emak terdiam, lalu melanjutkan dengan mata berkaca, “Tapi emak yakin…, Allah PASTI tahu…., hati emak sudah lama ada di situ… sudah lama ada di situ…”.


Dalaaaam sekali makna ucapan itu, seolah-olah menampar diri saya. Keinginan itu..?? mirip dengan cita-cita saya??..Ya Allah..hiks..

***************

Dalam salah satu status yang saya update di salah satu situs jejaring sosial yaitu semoga bukan hanya mimpi dan keinginan semata, Allah Maha Berkehendak. Yaa, kurang lebih seperti itu lah...
Dalam mengarungi kehidupan, semua orang punya keinginan dan tujuan hidup. Kebahagiaan bisa dianalogikan relatif. Kebahagiaan satu orang belum tentu akan sama dengan arti kebahagiaan orang yang lainnya. Itu Realita.

Entahlah....dari masa kanak-kanak, sampai detik punya anak-anak sekarang ini, hati ini selalu terenyuh, bergetar jika membicarakan Tanah Suci di Mekkah sana. Keinginan yang selalu bergemuruh, tapi tidak bisa berbuat banyak, hanya sekedar keinginan, mimpi, atau khayalan belaka yaa..??

Keinginan banyak yang belum tercapai, tapi...langsung lenyap, ga ada artinya jika dibandingkan dengan mimpi ke Baitullah. Ya, saya bilang untuk saat ini adalah mimpi, karena memang belum ada kesempatan dan kesanggupan dalam segi materi...hmmm, basi kedengarannya yaa..? yang jelas, saya tau kapasitas kami mengapa belum terealisasinya berbagai keinginan kami itu.

Terserah, mereka yang punya kemampuan dan kesempatan bisa touring ke luar negeri, ke pelosok bagian dunia lainnya, sekedar refreshing dari aktivitas pekerjaan yang membludak, yang semua itu bisa mereka jadikan sarana untuk tetap mengingat Allah dimanapun mereka berada. Karena bumi Allah itu luas, kesempatan untuk mentadaburi alam ciptaan Allah bisa dalam bentuk dan cara masing-masing individu, tapi..tetap tidak bisa mengelak, kecemburuan yang bergejolak di hati saya ketika banyak saudara-saudari kita yang berkesempatan ke tanah suci. Itu saja yang mulai menghampiri perasaan saya. Koq mereka bisa yaa?? Subhanallah, Kapan giliran saya yaa? dan banyak pertanyaan di dalam hati yang kadang tidak butuh jawaban.

Ya Allah..betapa beruntungnya mereka yang bisa menikmati suasana Mekkah yang indah, tempat yang menjadi kiblat seluruh kaum muslimin sedunia. Tempat yang penuh history, banyak kisah perjuangan dari Bapak Tauhid umat Islam, Nabi Ibrahim 'Alaihi Salam yang dijadikan sejarah. Perjuangan Rasulullah dan para sahabatnya terukir dengan indahnya,yaa di tempat suci itu. Tempat yang disucikan Allah, otomatis menjadi keberkahan tersendiri dari negeri itu ketika beribu-ribu bahkan jutaan umat Islam berbondong-bondong mengunjungi dalam rangka memenuhi rukun Islam yang ke lima. Subhanallah!

Secara naluriyah, mungkin kita akan senang ketika bertemu bahkan berkumpul dengan suatu komunitas yang sama, bayangkan! Jutaan orang berkumpul untuk satu tujuan, menyempurnakan rukun Islamnya, berkumpul jadi satu, bersama menguccapkan kalimat-kalimat pujian dan rasa syukur yang tiada henti kepada Rabb semesta alam, Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Tiada lah ucapan yang terlontar kecuali ucapan yang baik,permohonan dalam do'a dan rasa bersalah dengan istighfar, Wah..tentunya..nuansa yang penuh emosional. kedekatan yang sangat terasa, kedekatan dengan Allah yang diimpi-impikan jama'ah disana yang penuh dengan atmosfir haru biru yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Satu tujuan, hanya untuk beribadah. Terlihat semua sama, kaya, miskin..semua sama berbalut dengan pakaian yang akan menjadi teman akhir kita, teman kembali kita nantinya. kain putih yang terbalut itu akan selalu mengingatkan akan kematian dan makin menambah kekhusyu'an beribadah dan berdo'a dan selalu berusaha mencari Ridho-Nya. Berada di tempat bersejarah, melihat makam Rasulullah, tauladan yang selama ini hanya ada dibayangan kita, tentunya akan terlintas jelas mengingat bagaimana berat perjuangan Rasulullah memperjuangkan dienul Islam bersama para sahabatnya, bahkan sampai akhir hayatnya masih saja memikirkan tentang umatnya..ummati..ummati..ya Allah,Kami rindu padamu yaa Rasulullah...

Berdo'a di raudhah yang dijanjikan diijabah Allah.Do'a yang tidak lain dipanjatkan untuk selalu mendapat ampunan Allah, diberi Rahmat Allah dan selalu mendapat kasih sayang dan lindungan Allah sampai akhir masa kita.

hmm... Sungguh,kesempatan yang jangan sampai disia-siakan, karena tidak semuanya bisa berhasil kesana. Beruntunglah mereka!

**********

Antusias yang sangat mendalam, ketika banyak cerita menyertai kepulangan teman, sahabat, saudara dari tanah suci. Seperti membangkitkan energi positif dalam diri, kenikmatan-kenikmatan mereka dapatkan, bisa melihat ka'bah secara langsung, bisa sholat, bermunajat dan berdo'a dengan khusyu', melihat langsung makam Rasulullah, dan berbagai ritual haji lainnya.

Malu..sebenarnya jika mendengar dan membaca kisah dari jama'ah yang bisa kesana, entah haji atau sekedar umroh semata. Semuanya adalah rahasia Allah dan kegigihan dari hamba-Nya yang memang berusaha dan selalu berdo'a tulus..deep into their heart..

Kenapa saya bicara begitu..??
Kesempatan itu memang harus dicari, sekali lagi..bagaimana proses atau usaha kita dalam merealisasikannya keinginan dan impian itu.

Kisah tukang becak yang dengan ijin Allah, bisa berhasil ketanah suci..padahal secara logika, dia tidak punya kemampuan dalam segi materi. Ada satu amalan yang selalu ia lakukan, dengan SHODAQOH. Ya..ia melakukan shodaqoh di dalam kesempitannya, setiap hari jum'at ia menggratiskan seluruh penumpang yang naik becaknya, kemanapun penumpang itu ingin diantarkan. Hanya itu yang kontinue ia lakukan disertai niat ikhlas dan tulus serta azzam yang kuat berharap Allah beri kemudahan ia pergi ke tanah suci. Alhamdulillah..akhirnya ia pun bisa berangkat, justru dari salah satu penumpang yang ia antarkan sendiri dalam program shodaqohnya. Subhanallah..

Jika si tukang becak saja bisa, kenapa kita tidak..???

Begitu selalu pertanyaan yang ada di pikiran saya. Shodaqoh apa yang bisa jadi andalan saya saat ini? amalan apa yang bisa menjadi kategori ketertarikan Allah sehingga mengabulkan keinginan terpendam ini?

Ya Allah, rasanya..terlalu banyak pertimbangan dan angan-angan, tapi tidak bisa memberikan yang terbaik untuk agama ini. Membayangkan sholat di depan ka'bah dan berdo'a selalu, berharap Allah berikan jalannya, titip do'a jika ada teman yang berkesempatan lebih dulu kesana , tidak saya sia-siakan. Kita tidak tahu, dari lisan siapa Allah kabulkan do'anya, mungkin dari dia..atau dia..atau dia..kita tidak tahu khan?

Tapi.. Saya yakin Allah Maha Kuasa atas segalanya, Allah Maha Besar kasih sayang Nya, Do'a saya selalu...Semoga Allah menjadikan Haji sebagai salah satu rezeki buat kami, dan kami berharap bisa segera ke tanah suci di usia yang muda, sehat, dan ilmu yang menyertai..amiin..amiin ..ya Rabbal'alaamin..


Wallahu'alam bishawab.













Read More......

Tuesday, March 8, 2011

Yang Perlu Dihindari dalam Menuntut Ilmu

Jangan Berkhayal


Jangan sampai engkau berhayal, yang mana di antaranya adalah engkau mengaku mengetahui sesuatu yang tidak engkau ketahui, atau mengaku menguasai sesuatu yang sebenarnya tidak engkau kuasai. Jika engkau melakukan itu, niscaya akan menjadi tabir tebal yang menghalangimu dari mendapatkan ilmu.
Ini benar ... terkadang ada sebagian orang yang memperlihatkan dirinya seakan-akan dia itu seorang ulama yang luas wawasannya. Kalau dia ditanya, maka akan diam sebentar seakan-akan sedang merenung, kemudian dia mengangkat kepala seraya berkata, "Terdapat dua pendapat dalam masalah ini."
Janganlah engkau mengaku menjadi seorang ulama yang bisa memberi fatwa, padahal sebenarnya engkau tidak mempunyai ilmu sama sekali. Karena, perbuatan ini adalah kebodohan dan kesesatan. Oleh karena itu, Syaikh berkata, "Jika engkau melakukan itu, niscaya akan menjadi tabir tebal yang menghalangimu dari mendapatkan ilmu."


Jangan Sampai Engkau Menjadi "Abu Syibr" (yang Dangkal Ilmunya)


Dikatakan bahwa ilmu itu ada tiga tingkatan, barang siapa yang berada pada tingkatan pertama, maka dia akan sombong, dan barang siapa yang berada pada tingkatan yang kedua, maka dia akan tawadhu', dan barang siapa yang berada pada tingkatan ketiga, maka dia akan mengetahui bahwa dirinya itu tidak punya ilmu.
Orang yang pertama itu sombong karena belum mengenal hakikat dirinya. Orang kedua bersikap tawadhu', namun dia masih memandang dirinya sebagai orang yang berilmu, sedangkan orang yang ketiga akan mengetahui bahwa dirinya itu bodoh, yang tidak mengetahui apa pun. Namun, yang ketiga ini apakah dia itu terpuji atau tercela? Jikalau engkau memandang bahwa dirimu itu orang yang bodoh, maka sudah pasti engkau tidak akan berani untuk berfatwa. Oleh karena itu, sebagian pelajar tidak pernah bisa bersikap tegas, dia selalu brkata, "Masalah ini tampaknya demikian atau ada kemungkinan bermakna demikian." Oleh karena itu, selagi Allah Ta'ala memberikan ilmu kepadamu, maka anggaplah dirimu sebagai orang yang berilmu, tegaslah dalam menjawab sebuah masalah, jangan jadikan orang yang bertanya menjadi korban banyak kemungkinan, jika itu engkau lakukan maka engkau tiak akan bisa memberi faedah kepada orang lain, namun orang yang tidak memiliki ilmu yang mapan, maka seharusnya dia mengaku tidak mempunyai ilmu.

Sudah Menyampaikan Ilmu sebelum Mempunyai Keahlian

Hindarilah menyampaikan ilmu sebelum punya keahlian, karena itu merupakan cela dalam ilmu dan amal. Dikatakan: "Barang siapa yang menyampaikan ilmu sebelum waktunya, maka sungguh dia telah menjatuhkan dirinya dalam kehinaan."
Termasuk hal yang wajib untuk dihindari adalah menyampaikan ilmu sebelum dia memiliki keahlian untuk hal itu. Karena, perbuatan itu adalah sebagai bukti atas beberapa hal.
Perasaan ta'ajjub pada dirinya sendiri, dikarenakan dia memandang dirinya sebagai seorang yang berilmu.
Itu menunjukkan kebodohannya serta ketidakpahamannya dalam menghadapi masalah ini, dikarenakan apabila orang lain melihat dia sudah berani menyampaikan ilmu, maka mereka akan menanyakan kepadanya banyak masalah yang nantinya akan membongkar kedoknya.
Kalau dia menyampaikan ilmu sebelum punya keahlian pasti dia akan mengatakan atas nama Allah sesuatu yang tidak dia ketahui, karena kebanyakan orang yang punya maksud dan tujuan seperti ini, dia tidak peduli meskipun harus menghancurleburkan ilmu itu sendiri dan yang penting dia menjawab semua pertanyaan.
Seseorang itu apabila sudah menyampaikan ilmu kebanyakan tidak lagi mau menerima kebenaran, karena dengan kebodohannya dia menyangka bahwa jika dia tunduk kepada orang lain meskipun dia benar adalah bukti bahwa dia bukan orang yang ahli dalam bidang ilmiah.

Pura-Pura Pandai

Hati-hati terhadap apa yang dijadikan penghibur oleh orang-orang yang bangkrut dalam dunia ilmiah, yaitu dia mempelajari satu atau dua masalah, lalu apabila dia berada di majelis ilmu yang di dalamnya ada orang yang terpandang, maka dia selalu melontarkan dua permasalahan tadi. Betapa seringnya perbuatan seperti ini menimbulkan cela, setidak-tidaknya orang lain akan mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. Saya telah menerangkan permasalahan ini dan yang semisalnya dalam kitab At-Ta'alum.
Ada seseorang yang datang bertanya kepada seorang ulama yang terkenal dengan keilmuannya tentang suatu masalah yang dia sudah membahasnya dan menelitinya dengan berbagai dalil dan silang pendapat antara para ulama yang ada. Lalu dia berkata kepada seorang ulama yang hebat: "Apa pendapatmu tentang masalah begini dan begitu?" Lalu, apabila si ulama menjawab, "Haram," misalnya, maka dia pun mengatakan, 'Lalu, bagaimana dengan sabda Rasulullah yang berbunyi demikian, juga bagaimana dengan ucapan imam Fulan demikian." Lalu, dia pun melontarkan dalil-dalil yang tidak diketahui oleh ulama tersebut, karena seorang ulama sekalipun tentu tidak dapat menguasai semua masalah. Tujuan orang itu adalah ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih pandai daripada ulama tersebut. Dari sini, maka orang-orang awam akan membicarakannya, "Kemarin si Fulan berada di Majelis ulama Fulan, lalu dia tidak bisa menjawab pertanyaannya."
Ini terjadi pada sebagian ulama dan penuntut ilmu pada saman ini, dia memiliki ilmu tertentu seperti menekuni kitab nikah dan menelitinya dengan baik, namun kalau dia beralih ke bab jual beli yang letaknya sebelum kitab nikah, dia sama sekali tidak mengetahuinya. Banyak orang sekarang yang pura-pura pandai dalam ilmu hadits, dia berkata, "Si Fulan meriwayatkan dari Fulan, dan dalam hadits ini ada sanad yang terputus, dan sebab terputusnya adalah demikian." Namun, kalau engkau tanya dia tentang salah satu ayat Al-Qur'an, dia tidak bisa menjawabnya.

Hanya Mengisi Kekosongan Kertas

Sebagaimana engkau juga jangan sampai menulis kitab yang tidak bermakna serta tidak memenuhi delapan tujuan karya tulis, yang paling terakhir adalah jangan menulis hanya untuk mengisi kekosongan kertas. Maka, hati-hatilah dari menulis sebuah kitab sebelum engkau benar-benar ahli dan sudah memperoleh alat-alatnya secara sempurna serta sudah matang secara ilmiah dalam bimbingan para gurumu. Karena, engkau akan menulis sebuah cela dan menampakkan kehinaan pada dirimu.
Adapun bagi orang-orang yang memang sudah ahlinya, dan sudah sempurna ilmunya serta banyak ilmu yang diketahuinya dengan mempelajari kitab-kitab yang besar dan menghafal kitab yang kecil, juga dia bisa mengingat semua permasalahannya, maka menulis sebuah kitab baginya adalah perbuatan yang sangat mulia sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama.
Jangan lupakan ucapan Al-Khathib al-Baghdadi, "Barang siapa yang menulis kitab, maka berarti dia telah menjadikan akal pikirannya dalam sebuah nampan yang dia tawarkan kepada orang lain."
Syarat-syarat yang disebutkan oleh Syaikh ini tidak mungkin terpenuhi pada saat ini. Karena, saat ini kita banyak menemukan beberapa kitab yang ditulis oleh orang-orang yang tidak dikenal sebagai ulama. Seandainya engkau menelaah apa yang mereka tulis, akan engkau dapati bahwa kitab itu tidak keluar dari orang yang sudah mapan keilmuannya, hanya berisi banyak nukilan yang kadang-kadang disandarkan pada yang mengakatannya dan terkadang tidak. Yang penting kita tidak terlebih dahulu berbicara tentang niat, karena niat itu hanya Allah yang mengetahuinya, namun kita katakan, "Tunggulah waktunya ... tunggulah waktunya."
Kalau nanti engkau sudah memiliki ilmu dan kemampuan, maka berilah ulasan kitab-kitab tersebut dengan sebaik-baiknya, karena memang sebagiannya belum terdapat dalil-dalilnya secara lengkap.

Sikap Anda terhadap Kesalahan Para Ulama Terdahulu

Apabila engkau mendapatkan kesalahan seorang ulama, maka janganlah engkau senang untuk bisa merendahkan martabatnya, namun senanglah karena engkau bisa membenarkan kesalahannya. Karena, orang yang jujur akan mamastikan bahwa tidak ada seorang ulama pun yang lepas dari kesalahan dan kealpaan, terutama ulama yang banyak karya ilmiahnya.
Tidak ada orang yang senang untuk meremehkannya dengan kesalahan ini kecuali orang yang berlagak pandai, orang semacam ini ingin menyembuhkan sakit pilek malah mengakibatkan sakit lepra.
Ya ... memang harus diingatkan kesalahan atau kelalaian seorang ulama yang sudah dikenal tentang keilmuan dan keutamaannya, namun jangan sampai hal itu berakibat mengurangi kehormatannya yang akan bisa membuat orang lain terpedaya.
Sikap seseorang terhadap kesalahan para ulama, baik yang hidup sebelumnya atau yang semasa dengan dia ada dua cara. (1) Meluruskan kesalahannya. Seseorang wajib mengingatkan sebuah kesahalan orang lain meskipun dia seorang ulama besar, baik dia hidup semasa dengannya atau sebelumnya, karena menjelaskan kesalahan seseorang adalah hal yang wajib. Dan, jangan sampai menghilangkan sebuah kebenaran hanya karena menghormati orang yang mengatakan kebatilan, karena menghormati kebenaran itu lebih diutamakan. (2) Terkadang ada orang yang menyebutkan kesalahan ulama semasanya atau yang sebelumnya dengan tujuan membongkar aibnya, bukan untuk mnejelaskan kebenaran. Ini hanya terjadi dari orang yang punya penyakit hasad dalam hatinya. Dia berharap bisa menemukan sebuah pendapat yang lemah atau kesalahan orang lain, lalu dia menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, engkau jumpai ahli bid'ah melecehkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, mereka mencari-cari sesuatu yang paling bisa digunakan untuk mencelanya, lalu mereka menyebarkannya dan menghinanya. Mereka katakan, "Ibnu Taimiyah menyelisihi ijma' tatkala mengatakan bahwa thalaq tiga sekaligus dihitung satu. Ini adalah pendapat yang aneh, dan barang siapa yang berpendapat aneh (sendiri), maka dia akan masuk neraka. Dia juga menghukumi bahwa seorang suami jika mengatakan kepada istrinya: "Engkau saya cerai," maka dia harus membayar kaffarah (denda) sumpah, padahal dia tidak bersumpah sama sekali dan hanya mengatakan, "Jikalau engkau berbuat begini, maka engkau saya ceraikan." Ibnu Taimiyah juga mengatakan bahwa Allah masih terus berbuat, dan pendapat ini mempunyai konsekuensi bahwasannya ada yang qadim selain Allah, karena semuanya ini terjadi dengan perbuatan Allah, maka jika perbuatan Allah itu qadim, maka yang terjadi akibat perbuatan itu pun qadim, sehingga dengan demikian dia telah mengatakan adanya dua ilah. Juga ucapan semisalnya yang mereka ambil dari sebagian ketergelinciran beliau, lalu mereka menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat. Padahal, yang benar dalam semua masalah ini adalah beliau. Namun, karena mereka itu adalah orang yang hasad lagi pendendam--na'udzubillaah min dzalik--maka lain lagi urusannya.
Oleh karena itu, sikapmu terhadap kesalahan ulama sebelummu hendaklah didaari dengan tujuan mencari kebenaran. Karena, barang siapa yang tujuannya mencari kebenaran, maka akan diberi taufiq untuk menerima kebenaran tersebut. Adapun orang yang bertujuan untuk membongkar kesalahan orang lain, seperti orang yang mencari-cari kesalahan saudaranya, maka orang semacam itu akan dicari-cari kesalahannya oleh Allah. Dan barang siapa yang dicari-cari kesalahannya oleh Allah, maka Allah akan membongkar aibnya walaupun dia sembunyi di dalam rumah ibunya.
Orang yang jujur adalah orang yang mampu berkata adil. Orang semacam ini kalau menelaah ucapan para ulama niscaya akan mengetahui bahwa tidak ada seorang ulama pun kecuali mempunyai kesalahan dan kelalaian, terutama orang yang banyak menulis karya-karya ilmiah dan banyak berfatwa. Oleh karena itu, sebagian orang berkata, "Barang siapa yang banyak berbicara, akan banyak kesalahannya, dan barang siapa yang sedikit bicaranya, akan sedikit kesalahannya."

Menolak Syubhat

Jangan jadikan hatimu seperti bunga karang laut yang bisa menerima apa pun yang mendatanginya. Hindarilah syubhat pada dirimu, juga orang lain, karena syubhat itu sangat menyambar-nyambar dan hati itu lemah, dan orang yang paling banyak menebarkan syubhat adalah para ahli bid'ah, maka hati-hatilah terhadap mereka.
Ini adalah wasiat yang disampaikan oleh Imam Ibnu Taimiyah kepada murid beliau, Imam Ibnul Qayyim, beliau berkata, "Jangan jadikan hatimu seperti bunga karang laut, yang bisa menerima semua yang masuk padanya, namun jadikanlah seperti kaca bersih, dia bisa menampakkan apa yang ada di belakangnya tanpa harus terpengaruh dengan apa pun yang mengenainya."
Kebanyakan orang tidak mempunyai ketetapan hati dan dia selalu memikirkan berbagai syubhat. Alangkah benarnya perkataan para ulama, "Seandainya kita menuruti berbagai syubhat aqliyah, maka tidak akan ada satu pun nash yang selamat, pasti semuanya menjadi ragu-ragu dan penuh dengan berbagai kemungkinan. Oleh karena itu, para sahabat Nabi mengambil makna zhahir Al-Qur'an dan As-Sunnah dan tidak merenung sambil berkata, "Kalau ada yang bertanya begini bagaimana?"
Berjalanlah sesuai dengan zhahir Al-Qur'an, karena yang zhahir itulah pokok makna Al-Qur'an. Tatkala engkau melihat sejarah Rasulullah bersama para sahabatnya, niscaya akan engkau jumpai bahwa mereka memahami sesuatu sesuai dengan zhahirnya. Saat Rasulullah mengatakan kepada para sahabat bahwa Allah Ta'ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir, apakah mereka mengatakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, bagaimana cara turun Allah? Apakah langit itu cukup bagi-Nya? Apakah mereka menanyakan seperti itu? Tidak ...!
Oleh karena itu, saya nasihatkan kepada kalian agar jangan memikirkan hal-hal tersebut, terutama sekali pada masalah ghaib, karena akal manusia akan bimbang kalau terus memikirkannya dan tidak akan pernah mengetahui hakikatnya. Biarkanlah dia sesuai dengan zhahirnya. Katakan: "Kami dengar dan kami imani serta kami percayai." Karena, yang ada di balik itu masih lebih besar lagi. Inilah sebenarnya yang selayaknya dilakukan oleh penuntut ilmu.

Hindari Kesalahan

Jauhilah lahn (kesalahan), baik dalam kata-kata maupun tulisan. Karena, kata-kata dan tulisan yang disampaikan tanpa kesalahan akan nampak agung dan bersih. Juga akan nampak manisnya sebuah makna yang terpancar dari kata-kata indah tanpa salah. Umar bin Khaththab mengatakan, "Belajarlah bahasa Arab, karena itu akan menambah kewibawaanmu." [1] Diceritakan bahwa para ulama salaf terdahulu biasa mumukul anak mereka karena kesalahan bahasa. Imam Al-Khathib al-Baghdadi meriwayatkan dari Ar-Rahabi, beliau berkata, "Saya mendengar sebagian sahabat kami berkata, 'Apabila ada seseorang yang sering salah menyalin tulisan dari tulisan orang y ang sering salah, dan tulisan itu juga disalin oleh orang yang sering salah, maka jadilah tulisan itu bahasa Persia'." [2]
[1] Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu'ab (1765) dan Al-Khathib al-Baghdadi dalam Al-Jami' (1067).
[2] Lihat Al-Jami' (1064).
Al-Mubarrid berkata:
"Ilmu nahwu bisa membetulkan lisan orang yang salah.
Dan orang akan dihormati apabila dia tidak salah bicara.
Apabila engkau menginginkan ilmu yang paling utama.
Maka yang paling utama adalah yang bisa meluruskan lisanmu."
(Bait syair ini bukan ucapan Al-Mubarrid, namun ucapan Ishaq bin Khalaf al-Baharani. Lihat Al-Kamil [II/536-537]).
Dari sini, maka jangan percayai ucapan Al-Qasim bin Mukhaimirah rhm., "Belajar nahwu itu awalnya hanya akan menyibukkan diri dan berakhir dengan kezaliman."
Juga, jangan percayai ucapan Bisyir al-Hafi rhm. tatkala ada yang berkata kepadanya, "Belajarlah ilmu nahwu."
Dia menjawab, "Nanti saya akan tersesat."
Dia berkata lagi, "Katakanlah 'Ali telah memukul 'Amr."
Bisyr berkata, "Wahai saudaraku, kenapa 'Ali memukulnya?"
Dia menjawab, "Wahai Abu Nashr (panggilan Bisyr al-Hafi) 'Ali tidak memukulnya, namun ini adalah sebuah kaidah dasar yang dijadikan contoh."
Maka, Bisr pun berkata, "Berarti ilmu ini awalnya adalah kebohongan, saya tidak membutuhkannya."
Kedua kisah ini diriwayatkan oleh Al-Khathib dalam kitab Iqtidha' al-'Ilmi al-'Amal.
Aborsi Pemikiran
Hindarilah aborsi pemikiran, yaitu melahirkan buah pikiran sebelum matang.
Maknanya, janganlah engkau tergesa-gesa menyampaikan ilmu yang engkau dapatkan, terlebih-lebih kalau masalah yang akan engkau sampaikan itu berbeda dengan pendapat kebanyakan ulama atau menyelisihi kandungan dalil lain yang shahih, karena sebagian orang ada yang ingin menempuh jalan pintas, tatkala dia dapati sebuah hadits, maka dia akan langsung mengambilnya, meskipun hadits tersebut dha'if (lemah) dan bertentangan dengan hadits yang shahih, kemudian menyampaikannya kepada khalayak umum, sehingga mereka menyangka bahwa dia telah mencapai sebuah tingkatan ilmu yang belum dicapai oleh selainnya. Oleh karena itu saya katakan, "Jika engkau melihat sebuah hadits yang menunjukkan kepada sebuah hukum yang menyelisihi hadits-hadits yang shahih, yang seharusnya jadi landasan inti hukum dan diterima oleh umat, maka janganlah engkau tergesa-gesa menyampaikannya, demikian halnya jika hadits tersebut menyelisihi pendapat jumhur, jangan tergesa-gesa engkau mengatakannya. Namun, jika memang itulah yang benar, maka engkau wajib menyampaikannya.

Israiliyyat Gaya Baru

Hindarilah israiliyyat gaya baru yang sengaja dihembuskan oleh para orientalis dari kalangan Yahudi dan Nasrani, karena hal itu lebih berbahaya daripada israiliyyat zaman dulu. Israiliyyat yang ada pada zaman dahulu ini telah jelas urusannya bagi kita dengan penjelasan dari Rasulullah dan keterangan para ulama. Adapun israiliyyat gaya baru yang merasuki pemikiran Islam seiring dengan majunya kebudayaan dan era globalisasi, ini adalah kejelekan yang nyata dan serangan yang sangat mematikan. Sebagian umat Islam saat ini sudah menjadikannya sebagai jalan hidup, adapun yang lainnya ada yang tunduk patuh padanya. Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai engkau terjerumus ke dalamnya. Semoga Allah melindungi umat Islam dari keburukannya.
Yang dimaksud oleh Syaikh di atas adalah pemikiran-pemikiran yang merasuki tubuh umat Islam lewat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Ini bukanlah israiliyyat yang berupa berita, namun ini berupa sebuah pemikiran yang banyak masuk pada kitab sastra atau lainnya. Di antara pemikiran ini ada yang masuk pada masalah muamalah, ibadah, serta pernikahan. Sehingga, ada sebagian orang yang mengingkari poligami, padahal banyak para ulama yang mengatakan bahwa poligami itu lebih utama daripada monogami. Mereka mengingkari poligami dan mengatakan bahwa syariat ini hanya untuk masa lampau. Orang semacam itu tidak memahami bahwa poligami pada zaman sekarang ini lebih dibutuhkan dari pada zaman dahulu, karena saat ini jumlah wanita sangat banyak, juga banyaknya fitnah sehingga wanita butuh untuk bisa menjaga kemaluannya.

Hindarilah Debat ala Bizantium (Debat Kusir)

Maksudnya adalah debat kusir, yang tidak menghasilkan apa-apa. Dulu orang-orang Bizantium memperdebatkan tentang jenis mlaikat, padahal saat itu musuh sudah ada di pintu gerbang negeri mereka, sehingga akhirnya musuh-musuh itu menghancurleburkan mereka. Beginilah sebuah perdebatan dalam urusan yang sepele menjadikan mereka tidak bisa mendapatkan jalan petunjuk.
Petunjuk salaf dalam masalah ini adalah menahan diri dari banyak permusuhan dan perdebatan, dan sering melakukannya adalah tanda kurangnya wara'. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan al-Bashri tatkala beliau mendengar orang-orang berdebata, "Mereka itu orang-orang yang bosan beribadah, maka mereka menjadi enteng berbicara dan berkurang rasa wara' mereka, oleh mereka itu mereka selalu berbicara." [3] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Az-Zuhd dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah.
[3] Riwayat Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (II/157) dan Ibnu Abi 'Ashim dalam Az-Zuhd (I/272).
Debat kusir harus dihindari, adapun perdebatan yang bertujuan untuk mencari kebenaran yang didasari dengan sikap saling menghormati dan tidak berlebih-lebihan, maka itu diperintahkan. Sebagaimana firman Allah Ta'ala (yang artinya), "Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik ..." (An-Nahl: 125).
Perdebatan seperti yang dicontohkan oleh Syaikh di atas yang dilakukan oleh orang-orang Bizantium yaitu perdebatan tentang jenis malaikat adalah sesuatu yang tidak akan menghasilkan apa-apa. Karena, pertanyaan itu di luar batas kemampuan akal kita. Kita hanya mengetahui dari apa yang telah diberi tahu oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti malaikat tercipta dari cahaya, mereka memiliki tubuh dan sayap, mereka juga bisa naik dan turun.
Termasuk perdebatan ini adalah seperti yang dilakukan oleh ahli kalam, yaitu perdebatan mereka tentang berbagai masalah aqidah. Misalnya, apakah kalam Allah itu sifat fi'liyah atau dzatiyah? Apakah kalam Allah itu baru atau qadim? Apakah Allah turun ke langit dunia itu secara hakikat ataukah hanya kiasan? Apakah jari-jari Allah itu hakikat ataukah sekadar kiasan? Dan seterusnya. Wahai ikhwah sekalian, sesungguhnya pembahasan semacam ini hanya akan mengeraskan hati dan akan menghilangkan keagungan dan kemuliaan Allah dari hatinya. Sangat disayangkan kalau ada yang membahas sifat Allah seakan-akan dia sedang membahas jasad yang mati, subhanallah! Padahal, sebelumnya kalau dia mendengar nama Allah akan merinding bulu kuduknya karena mengingat keagungan dan kemuliaan-Nya.
Semua perdebatan semacam ini tidak ada manfaatnya, tirulah para sahabat yang tidak mempertanyakan hal-hal semacam ini, karena apabila mereka menanyakan dan membahasnya hanya akan berakibat kerasnya hati. Namun, jika nama Allah masih agung dan mulia di dalam hatimu dan engkau tidak membahas masalah-masalah tersebut, maka ini akan menjadikan-Nya lebih Agung dan Mulia. Perhatikanlah hal ini karena inilah sebuah kebenaran.

Tidak Ada Kelompok Tidak juga Partai yang Dapat Dipersembahkan Wala' dan Bara' Kepadanya

Identitas seorang muslim adalah taat dan takwa kepada Allah Ta'ala dan cinta perdamaian, wahai para penuntut ilmu, semoga Allah memberikan berakah pada diri dan ilmumu, tuntutlah ilmu dan amalkanlah, kemudian dakwahkanlah sesuai dengan cara para ulama salaf.
Janganlah engkau suka keluar masuk pada berbagai jama'ah, karena berarti engkau akan keluar dari tempat yang lapang menuju sebuah tempat yang sangat sempit, semua yang ada dalam Islam adalah merupakan manhaj hidup, kaum muslimin adalah satu jama'ah, sedangkan tangan Allah berserta jama'ah. Dalam Islam tidak dikenal sistem fanatik golongan. Saya berlindung kepada Allah dan saya berdoa kepada-Nya agar jangan sampai kalian berpecah-belah, sehingga kalian akan menjadi mangsa berbagai kelompok, golongan, dan madzhab-madzhab bathil, yang mana dengan semua itu engkau memasang bendera wala' dan bara'.
Jadilah seorang pelajar muslim yang sesungguhnya, yang mengikuti atsar dan meneladani sunnah, berdakwah atas dasar bashirah ilmu dengan tetap mengakui keutamaan para ulama yang terdahulu. Karena, fanatik golongan ini punya sistem dan cara tersendiri yang belum pernah dikenal oleh para ulama salaf, yang mana ini adalah penghalang terbesar dari menuntut ilmu serta mampu memecah-belah dari persatuan umat Islam. Sudah berapa banyak fanatik golongan ini mampu melemahkan kekuatan dan persatuan umat Islam? Serta menjadikan banyak kesengsaraan bagi kaum muslimin? Oleh karana itu, hati-hatilah dari fanatik golongan yang sudah banyak kejahatan dan keburukannya. Berbagai golongan itu tidak ada bedanya dengan paralon saluran air yang hanya bisa mengumpulkan air kotor lalu membuangnya begitu saja, kecuali hanya orang yang dirahmati oleh Allah sajalah yang bisa tetap berpegang teguh dengan manhaj Rasulullah dan para sahabatnya.
Imam Ibnul Qayyim tatkala menerangkan tentang ciri-ciri orang yang ahli ibadah berkata, "Ciri yang kedua bahwasannya mereka tidak menisbatkan diri dengan sebuah nama tertentu. Maksudnya tidaklah mereka dikenal oleh masyarakat dengan sebuah nama tertentu, yang sudah menjadi lambang bagi ahli thariqat shufiyyah. Juga, termasuk ciri mereka adalah tidak terikat dengan amal perbuatan tertentu yang akhirnya mereka akan dikenal dengan amal perbuatan tersebut. Karena, ini semua adalah sebuah cacat dalam beribadah dikarenakan ibadah itu hanya bersifat sektoral.
Adapun orang yang melakukan ibadah secara universal, maka dia tidak akan pernah dikenal dengan amal salah satu ibadah sjaa, karena dia memenuhi panggilan semua bentuk ibdah. Dia bisa memberikan sumbangsih pada semua sektor ibadah. Dia tidak terikat dengan simbol dan lambang nama, baju, sistem, dan cara tertentu. Bahkan, kalau ditanya tentang siapa gurunya? Dia menjawab, "Rasulullah saw." Tentang manhajnya? Dia menjawab, "Ittiba', mengikuti jejak Rasulullan." Tentang pakaiannya? Dia menjawab, "Pakaian ketakwaan." Tentang madzhabnya? Dia menjawab, "Menghukumi dengan sunnah Rasulullah." Tentang tujuan dan harapannya? Dia menjawab, "Menginginkan wajah Allah." Tentang perjuangannya? Dia menjawab, "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat ...." (An-Nur: 36-37). Tentang nasabnya? Dia menjawab, "Bapak saya adalah Islam, saya tidak mempunyai bapak yang lain. Saat orang-orang membanggakan sebagai keturunan Bani Qais dan Bani Tamim." Tentang makanan dan minumannya? Dia menjawab, "Apa urusanmu dengan dia?" Dia memiliki sepatu dan tempat minumnya, dia bisa minum air dan memakan rumput sampai akhirnya akan bertemu dengan pemiliknya:
Alangkah meruginya apabila umur telah habis.
Dan waktu telah pergi antara hinanya kelemahan dan kemalasan.
Padahal, orang lain telah menempuh jalan keselamatan.
Dan mereka secara perlahan telah menuju pada cita-cita yang tinggi.
Kemudian beliau berkata, "Merekalah simpanan Allah di mana pun mereka berada." Simpanan seorang raja adalah sesuatu yang disembunyikannya sendiri untuk keperluannya saja dan tidak pernah diberikan kepada orang lain. Demikian juga simpanan seseorang adalah sesuatu yang disimpan untuk keperluan dan hajatnya pribadi. Ahli ibadah yang universal tadi tatkala tertutupi dari pandangan orang lain, mereka tidak dipandang penting, mereka juga tidak menisbatkan diri dengan nama, madzhab, guru, dan baju tertentu, maka merekalah simpanan Allah yang tertutup rapat.
Mereka adalah makhluk yang paling jauh dari malapetaka, karena sering kali malapetaka itu terjadi karena terkait dengan simbol tertentu, dengan mengikat diri dengan cara tersebut. Itulah yang bisa memutus hubungan dengan Allah tanpa mereka sadari. Anehnya, merekalah yang biasa disebut dengan ahli ibadah, padahal merekalah orang yang terputus hubungannya dengan Allah dengan sebab keterkaitan mereka dengan semua itu. Seorang ulama pernah ditanya tentang (nama lain dari) sunnah. Maka, beliau menjawab, "Tidak mempunyai nama lain, kecuali As-Sunnah." Maksudnya bahwa Ahlus Sunnah tidaklah mempunyai nama lain yang mereka menisbatkan diri kepadanya melainkan hanya As-Sunnah.
Sebagian orang ada yang terikat dengan cara berpakaian orang lain, ada lagi yang duduk di sebuah tempat yang tidak mungkin ia duduk pada tempat lainnya, ada yang berjalan dengan cara tertentu yang ia tidaka akan berjalan dengan cara lain atau dalam hal pakaian dengan cara khusus atau juga menjalankan ibadah tertentu yang ia tidak akan melakukan ibadah lainnya meskipun lebih tinggi derajatnya, juga ada yang terikat dengan guru tertentu yang mana ia tidak akan pernah belajar kepada yang lainnya, meskipun guru lain itu lebih dekat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka semua terhalang untuk mendapatkan tujuan tertinggi, mereka telah terikat dengan adat, sistem, keadaan, istilah-istilah tertentu yang menghalangi mereka dari ittiba' secara murni, maka mereka pun meninggalkannya. Kedudukan mereka paling jauh dari ittiba'. Engkau akan melihat sebagian di antara mereka beribadah kepada Allah dengan cara riyadhah, menyendiri dan mengosongkan hati. Orang ini menganggap bahwa menuntut ilmu akan memutus jalan beribadah. Apabila disampaikan kepadanya tentang mencintai karena Allah dan memusuhi karena Allah, memerintahkan berbuat kebaikan dan melarang berbuat kemunkaran, dia akan menganggap ini sebagai sesuatu yang jelek. Apabila ada di antara anggota mereka yang melakukannya, maka akan segera dikeluarkan dari kelompok mereka. Mereka adalah orang yang paling jauh dari Allah meskipun yang paling dianggap dekat.
Ini adalah pembahasan yang penting, yaitu masalah hendaknya seorang penuntut ilmu terbebas dari fanatisme kelompok dan golongan, yang akan mempersembahkan wala' dan bara' terhadapnya. Hal ini tanpa diragukan lagi adalah menyelisihi madzhab salaf, karena para ulama salaf yang shaleh tidak memiliki fanatisme golongan, semuanya hanya ada satu kelompok, yaitu yang disebut oleh Allah dalam firman-Nya, ".... Dia (Allah telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu ...." (Al-Hajj: 78). Tidak boleh ada fanatisme golongan, wala' dan bara' kecuali yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Sebagian orang ada yang fanatik pada kelompok tertentu, dia telah menetapkan manhaj kelompoknya, lalu mencari-cari dalil untuk mendukung pendapatnya, yang malahan dalil itu membantah pendapatnya sendiri, dia menyesatkan orang yang tidak masuk dalam kelompoknya, orang semacam ini membuat sebuah kaidah: "Barang siapa tidak masuk kelompoknya berarti musuhnya."
Pendapat ini sangat jelek, karena ada orang yang tidak masuk dalam kelompokmu namun dia juga bukan musuhmu, juga kalau ia adalah lawanmu dalam mencari kebenaran, maka sebenarnya dia adalah kawanmu, berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Tolonglah saudaramu, baik dia menzalimi ataupun yang dizalimi." (HR Bukhari).
Tidak ada fanatisme golongan dalam Islam. Oleh karena itu, tatkala muncul kelompok dan golongan dalam tubuh umat Islam, maka umat pun berpecah-belah dan muncul berbagai macam cara dan sistem yang berbeda, yang akhirnya sebagian mereka menyesatkan sebagian yang lainnya dan memakan daging saudaranya.
Sebgai sebuah contoh saat ini ada sebagian pelajar yang berguru pada salah seorang syaikh, lalu orang ini membela gurunya, baik dia benar atau salah, adapun guru lainnya disesatkan dan dibid'ahkan. Dia berpendapat bahwa hanya gurunyalah yang berbuat kebaikan adapun yang lainnya mungkin orang bodoh atau orang yang suka berbuat kerusakan. Ini adalah sebuah kesalahan besar. Ambil kebenaran dari mana pun datangnya, dan apabila engkau tertarik pada salah seorang guru, maka belajarlah padanya, namun ini bukan berarti engkau membelanya, baik benar maupun salah, juga bukan berarti engkau menyesatkan dan melecehkan yang lain.

Hal-Hal yang Merusak Adab-Adab Ini

Wahai saudaraku ... semoga Allah menjaga kita semua dari kesalahan .... Apabila engkau membaca adab pelajar muslim ini dan engkau juga telah mengetahui sebagian dari perangai yang merusaknya, maka ketahuilah bahwa perkara yang paling merusak adab ini adalah:
Menyebarkan rahasia.
Menyitir ucapan suatu kaum, lalu disampaikan kepada kaum yang lain.
Kasar dan berlebihan dalam ucapan maupun perbuatan.
Banyak bersenda gurau.
Ikut campur urusan orang lain.
Dengki.
Hasad (iri).
Berburuk sangka.
Duduk bersama ahli bid'ah.
Berjalan menuju tempat yang haram.
Jauhilah semua perbuatan tercela ini dan perbuatan-perbuatan yang semisalnya, dan janganlah engkau melangkahkan kaki menuju ke tempat yang terlarang, jika engkau melanggar ini, maka berarti engkau orang yang lemah agama, tidak berbobot, tukang main-main, ahli ghibah (mengumpat) dan ahli namimah (adu domba), lalu bagaimana mungkin engkau bisa menjadi seorang pelajar yang handal yang mempunyai ilmu serta mampu mengamalkannya?
Semoga Allah meluruskan langkah-langkah kita, dan semoga Dia menganugerahkan semuanya dengan ketakwaan dan kebaikan dunia dan akhirat. Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi kita, Muhammad saw., keluarga dan sahabat beliau.
Bakr bin 'Abdullah Abu Zaid
25/10/1408 H

Sumber: Diringkas dari Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, terj. Ahmad Sabiq, Lc, editor isi Abu 'Azzam (Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005); judul asli: Syarah Hilyah Thaalibil 'Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (Maktabah Nurul Huda, 2003).

Read More......

Monday, March 7, 2011

Kisah SEDEKAH Salah Alamat

Pengantar


Apabila seorang hamba menjalankan perintah Allah, maka tidak ada dosa jika dia salah dalam apa yang dilakukannya. Allah tidak mengurangi pahalanya dan tidak menyia-nyiakan balasannya. Dalam hadis berikut ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan kepada kita tentang seorang laki-laki yang bertekad untuk bersedekah secara diam-diam. Dia bersedekah selama tiga malam. Satu kali sedekahnya jatuh di tangan pencuri. Kali kedua, di tangan wanita pezina. Dan di tangan orang kaya pada kali ketiga. Hal itu membuatnya sedih dan gelisah. Maka, dalam mimpi dia didatangi dan dikatakan bahwa sedekahnya telah diterima, dan dijelaskan kepadanya bahwa sedekah kepada mereka yang tidak berhak menerimanya mengandung pelajaran dan faedah.

Teks Hadits


Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Seorang laki-laki berkata, 'Sungguh aku akan bersedekah.' Lalu dia pergi membawa sedekahnya. Dia meletakkannya di tangan pencuri. Di pagi hari orang-orang membicarakannya, 'Seorang pencuri diberi sedekah.'
Dia berkata, 'Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Sungguh aku akan bersedekah.' Lalu dia pergi membawa sedekahnya dan meletakkannya di tangan wanita pezina. Di pagi hari orang-orang membicarakan, 'Malam ini seorang pezina diberi sedekah.' Dia berkata, 'Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Sedekahku jatuh di tangan wanita pezina. Sungguh aku akan bersedekah.'
Lalu dia pergi membawa sedekahnya dan dia meletakkannya di tangan orang kaya. Di pagi hari orang-orang membicarakannya, 'Seorang kaya di beri sedekah. Dia berkata, 'Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Kepada pencuri, wanita pezina, dan orang kaya.' Lalu dia didatangi dalam mimpi, dan dikatakan kepadanya, 'Adapun sedekahmu kepada pencuri, semoga itu membuatnya insyaf dari mencuri. Adapun wanita pezina, semoga itu membuatnya sadar dari zinanya. Adapun orang kaya, maka semoga dia mengambil pelajaran dan dia berinfak dari apa yang Allah berikan kepadanya.'"
Takhrij Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya dalam Kitabuz Zakat, bab jika dia bersedekah kepada orang kaya sementara dia tidak mengetahui, 3/290, no.1421.
Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya di Kitabuz Zakat, bab tetapnya pahala orang yang bersedekah walaupun ia jatuh di tengan orang yang tidak berhak menerimanya, 2/709, no.1022.
Hadis ini dalam Syarah Shahih Muslim An-Nawawi, 7/90. Ia juga diriwayatkan oleh Nasa'i dalam Sunan-nya(5/55).
Penjelasan Hadis
Dalam setiap generasi dan masa di mana terdapat Islam, terdapat pula orang baik yang rindu berbuat kebaikan. Mereka melakukan ketaatan dengan ikhlas dan suka rela. Mereka tidak menuntut balasan dan rasa syukur dari manusia.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menceritakan seorang laki-laki yang ingin bersedekah secara diam-diam. Yang tahu hanyalah Dzat yang Maha Mengetahui perkara ghaib. Sedekah secara rahasia memadamkan kemarahan Tuhan. Dan sedekah rahasia lebih baik daripada sedekah secara terbuka.
Di tengah malam dia keluar mencari orang yang berhak menerima sedekahnya. Dia bertemu dengan seorang laki-laki yang dia kira orang miskin, harta yang ingin dia sedekahkan dia berikan kepadanya, padahal laki-laki itu adalah pencuri. Di pagi hari di pasar dan di perkumpulan, orang-orang membicarakan pelaku sedekah yang memberikan hartanya di tangan pencuri.
Pencuri itu menyampaikan apa yang terjadi padanya. Berita seperti ini ditayangkan di masyarakat skala kecil, ia beredar dengan sanagt cepat. Berita itu didengar oleh pelaku dari orang-orang yang membicarakannya sementara mereka tidak mengetahui pelakunya. Dia bersedih dan gelisah. Kesedihannya dan kegelisahannya dia ungkapkan dengan ucapannya,"Ya Allah bagi-Mu segala puji, kepada pencuri."
Dia bertekad mengulanginya di malam berikutnya karena dia mengira bahwa sedekahnya telah hilang seperti debu ditiup angin. Ia tidak tepat sasaran menurut Tuhannya. Setelah malam menutupinya dengan kegelapannya dia keluar dengan sedekahnya. Dia memberikannya kepada seorang wania yang dia kira miskin ternyata dia adalah wanita pezina. Wanita ini bercerita seperti pencuri bercerita. Beritanya menyebear luas. Pelakunya mendengar itu. Kesedihan dan kegelisahannya bertumpuk, dia mengulangi ucapannya yang kemarin, "Ya Allah bagi-Mu segala puji, kepada wanita pezina."
Demi mencari pahala dia bertekad untuk bersedekah untuk kali ketiga. Pada malam ketiga sedekahnya jatuh di tangan orang kaya. Anda bisa membayangkan kesedihan laki-laki ini yang tidak pernah tepat dalam urusan yang diinginkanya sebanyak tiga kali. Anda bisa memprediksi keadaannya pada waktu dia mengadu kepada Tuhannya dengan penuh kepedihan,"Ya Allah bagi-Mu segala puji. Kepada pencuri, pezina dan orang kaya."
Laki-laki ini tidak mengetahui bahwa Allah menulis pahalanya. Orang yang menginfakkan hartanya demi mencari pahala Allah, Allah akan memberinya pahala walaupun si penerima tidak berhak untuk menerima.
Di dalam mimpinya dia datangi kabar gembira bahwa Allah menerima sedekahnya dan membalasnya dengan pahala. Dia diberitahu hikmah besar di balik sedekah kepada tiga orang tersebut. Semoga pencuri itu sadar akan kesalahannya lalu dia tidak mencuri. Semoga wanita pezina itu menjaga dirinya dari zina dengan harta itu dan semoga si kaya ini terdorong untuk berinfak meneladani laki-laki ini yang bersedekah di kegelapan malam agar tidak diketahui oleh orang lain demi mencari pahala dari Tuhan manusia.
Dalam Hadis-hadis disebutkan bahwa sedekah diterima walaupun ia jatuh ke tangan orang yang tidak diinginkan oleh pelaku sedekah. Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa Yazid bin Akhnas memberikan dinar-dinarnya kepada seseorang di masjid, dia mempercayakan pembagiannya kepada yang berhak menerima, lalu anaknya Maan bin Yazid datang dan mengambilnya sementara dia tidak mengetahui bahwa sumbernya adalah bapaknya, dia membawanya kepada bapaknya, tentu saja bapaknya menolak menerima, dia berkata,"Demi Allah kamu bukanlah yang aku inginkan." Maka anaknya mengadu kepada Rasulullah. Maka Rasulullah memberikan fatwa dan keputusannya, "Bagimu apa yang kamu niatkan wahai Yazid dan bagimu apa yang kamu ambil wahai Maan." (Shahih Muslim, 3/291, no.1422).


Pelajaran-Pelajaran Dan Faedah-Faedah Hadits:


1. Pada umat terdahulu terdapat orang-orang shalih yang berbuat kebaikan dan gemar bersedekah. Mereka keluar di kegelapan malam untuk mencari para fakir miskin dan orang-orang yang memerlukan.
2. Luasnya rahmat Allah dalam menerima sedekah walau pun jatuh ke tangan orang yang tidak berhak menerima
3. Kadangkala perbuatan seseorang memberi bekas yang baik, yang sebenaranya dia tidak menginginkannya, dan Allah memberinya pahala karenanya. Perbuatan laki-laki ini bisa jadi berguna bagi pencuri, pezina dan orang kaya dalam bentuk seperti yang disebutkan dalam hadis.
4. Keutamaan menerima qadha dan takdir Allah. Manakala Allah mentakdirkan sedekah laki-laki ini salah alamat dan tidak sampai di tangan fakir miskin, tapi dia menerima keputusan Allah dengan rela, maka Allah memberinya balasan kebaikan.
5. Mimpi yang benar termasuk mubassyirat (berita gembira). Itu adalah satu bagian dari empat puluh enam bagian ke-nabi-an. Termasuk di dalamnya adalah mimpi laki-laki ini, ketika dia diberi berita gembira oleh Tuhannya dengan diterimanya sedekahnya dan dijelaskan kepadanya sesuatu perkara yang tidak dikenal dan diketahuinya.


Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa, terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 298-302.

Read More......

Friday, March 4, 2011

Give and Take

Sepasang suami istri mendatangi seorang ustadz yang dikenal sangat bijak dalam memutuskan perkara umat.


“Ustadz, tolong bantu kami. Kami sudah menikah selama 20 tahun, awalnya kami saling mencintai. Setelah pernikahan itu berjalan 20 tahun, lama-kelamaan rasa cinta itu mulai hilang, kini kami sudah tidak saling mencintai. Ustadz, tolong beri kami solusi,”


“Wahai saudaraku, Cintailah istrimu!”, jawab Ustadz itu singkat.




Sang suami bingung, dalam hatinya justru itu masalahnya. Maka, mulailah dia mengulangi lagi pertanyaannya, “Ustadz, kami sudah 20 tahun menikah dan kini sudah tidak saling mencintai!”


“Wahai saudaraku, Cintailah istrimu!”, jawab Ustadz dengan tegas.


Merasa tidak puas lagi dengan jawabannya, dia bertanya lagi, “Tapi ustadz, saya sudah tidak mencintai istri saya lagi?”


“Wahai saudaraku, Cintailah istrimu!, kata cinta bukan kata benda dan bukan kata sifat yang tiba-tiba ada. Tapi kata kerja, kata yang harus dikerjakan, diperjuangkan dan terus-menerus diupayakan!” jawabnya tegas.

Seseorang yang ingin mendapatkan cinta, dia harus berusaha dan berjuang untuk mencintai. Bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh jika tidak ditanam, dan bagaimana mungkin bisa berbuah jika tidak pernah dipupuk, dirawat dan dijaga? Seorang yang ingin mendapatkan manisnya cinta, harus berjuang hingga cinta itu berbuah.

Sungguh, kita sering menginginkan cinta tanpa berusaha mencintai terlebih dahulu, ingin didengar tanpa berusaha mendengar, ingin dihargai tanpa berusaha menghargai. Siapa yang menanam pastilah dia yang akan memetiknya.

Hidup ini adalah sebab akibat, tanpa ada sebab tidak ada akibatnya. Yang harus kita lakukan bukan take and give, tapi give and take. Berikan, pasti anda akan mendapatkannya! karena satu biji yang kita berikan akan Allah balas dengan 700 biji. Karena Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah.

Sumber: 



Ustadz.Bagus Hernowo

Pesantren Entrepeneur

Radio Dakta Bekasi 107 FM

Read More......

Tuesday, March 1, 2011

Mudhaharah: Sarana Menghidupkan Sunnah & Merealisasikan Tujuan Syariah

Oleh: Badrul Tamam


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjelaskan petunjuk kepada umat manusia melalui ayat-ayat Qur’an dan sunnah Nabi-Nya dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasulullah yang memperjuangkan kebenaran, menolongnya dan terus menyeru umatnya untuk memperjuangkan Dienullah hingga hari kiamat, juga kepada keluarga dan para sahabatnya.




Menyampaikan kebenaran merupakan kewajiban bagi umat muslim, khususnya pada zaman sekarang ini, dimana kejahatan dan kezaliman begitu luar biasa. Sedangkan umat yang jumlahnya besar ini dalam posisi yang tertindas dan lemah secara politik. Akibatnya, sendirian memaklumatkan kebenaran beresiko tinggi dan kurang mengena. Sehingga perlunya kerja kolektif dan aksi masa untuk menyuarakannya, seperti mudhaharah, show of force, ataupun menyampaikan tuntutan secara bersama.

Sebenarnya dalam syariat Islam kita (umat Islam) sudah dibimbing untuk melakukan mobilisasi masa, seperti dalam shalat Ied. Pada ibadah tahunan tersebut, umat Islam disunnahkan untuk keluar dan berkumpul di tempat terbuka. Bukan saja bagi yang disyariatkan shalat, orang-orang yang tidak wajib atau tidak disunnahkan shalat juga diperintahkan untuk ikut keluar supaya memperbanyak jumlah umat Islam. Di samping sebagai syi’ar ke-Islaman, juga sarana merayakan kesenangan mereka. Maka kenapa kita (umat Islam) tidak bersatu bersama saudara-saudara seiman untuk menyampaikan kebenaran dan menolak segala bentuk kezaliman, khususnya yang berkaitan dengan ajaran dien kita seperti aksi masa untuk menuntut pembubaran Ahmadiyah yang mengacak-acak dan membajak ajaran Islam.

Kalau semua umat Islam Indonesia ini bersatu padu menyuarakan pembubaran Ahmadiyah, maka kekuatan tuntutan akan lebih besar. Dan pastinya, suara tersebut akan lebih diperhitungkan. Nilai preseur bagi pemerintah ini tentu lebih kuat, sehingga harapan umat agar kelompok yang menista kesucian ajaran Islam ditindak tegas dan dilarang dapat terealisir.



Perlu diakui, bahwa umat Islam dalam kondisi yang lemah. Tidak ada kekuatan politik, militer dan persenjataan untuk melindungi ajaran Islam. Karena memang kepentingan negara ini bukan untuk menegakkan Islam. Namun kita masih punya leher, tubuh dan lisan untuk menyatakan penolakan terhadap ketidakadilan dan menodaan terhadap Islam. Maka inilah usaha minimal yang bisa kita perbuat.

Sungguh tidak pantas di saat umat tidak menguasai persenjataan, ekonomi, pemerintahan, dan tokoh-tokoh yang bisa membela kehormatan Islam dan kaum muslimin, dan tidak tersisa kecuali suara dan tuntutan, lalu mereka tidak juga melakukan. Sungguh aneh dalam kondisi seperti ini ada sebagian umat yang menyerukan bakhil terhadap suara dan melarang umat menuntut hak mereka dengan aksi masa.

Sungguh aneh sekali, di zaman penuh kebodohan dan kelaliman ini, ada sebagian kelompok umat Islam yang menunggu fatwa dari pemimpin zalim agar diizinkan mengingkari perbuatannya dan menunggu izin musuh untuk menolak segala kejahatannya.

Sungguh aneh sekali, di zaman penuh kebodohan dan kelaliman ini, ada sebagian kelompok umat Islam yang menunggu fatwa dari pemimpin zalim agar diizinkan mengingkari perbuatannya dan menunggu izin musuh untuk menolak segala kejahatannya. Padahal aksi masa merupakan bagan dari sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, disepakati akan sehat, dan menjadi tradisi para ulama salaf. Sehingga mereka hanya bisa berteriak di kelompok pengajiannya tentang kesesatan Ahmadiyah dan kekurangajarannya, setelah itu mereka kembali ke rumahnya dan duduk bersama anak istrinya. Di mana bentuk pengingkaran mereka terhadap kesesatan? Di mana bentuk kecemburuan mereka terhadap dien mereka yang sudah diobok-obok dan dibajak?

Berikut ini kami terangkan beberapa penjelasan untuk meluruskan paham orang yang menolak aksi masa dalam menyuarakan kebenaran dan menuntut dihinakannya kebatilan, salah satunya pembubaran dan pelarangan kegiatan Ahmadiyah di negeri mayoritas muslim ini.

Di saat suara tidak didengar kecuali bila didengungkan bersama-sama, maka menyuarakan kebenaran juga harus dilakukan serempak. Keluar bersama-sama untuk menunjukkan banyaknya masyarakat yang menuntut dan besarnya jumlah yang bersuara sangat dibutuhkan. Menurut Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq mengatakan, aksi masa (mudhaharah/demo) pernah dijadikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai sarana untuk memperjuangkan Islam dan mendakwahkannya. Seperti yang diriwayatkan, kaum muslimin, sesudah masuk Islamnya Umar radhiyallahu 'anhu, mereka keluar dengan perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam dua barisan (untuk menunjukkan kekuatan). Salah satunya diketuai oleh Hamzah, dan di barisan satunya lagi diketuai Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu. Saat itu mereka sangat percaya diri sehingga mereka masuk masjid.

Telah diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dengan sanad yang sampai kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, di dalamnya disebutkan: Bahwa Umar bin Khathab pernah berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, “Wahai Rasululullah, bukankah kita ini berada di atas kebenaran walaupun kita mati atau tetap hidup? Beliau menjawab, “Benar, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kalian berada di atas kebenaran walau kalian mati atau hidup.” Lalu Ibnu Abbas berkata, “Lalu kenapa kita harus sembunyi-sembunyi? Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, engkau harus keluar.” Lalu beliau memerintahkan kita keluar dalam dua barisan: Hamzah di salah satunya, sedangkan aku berada di barisan yang lain sehingga kami masuk masjid.” Lalu Umar menuturkan, babwa saat itu, kaum Quraisy tertimpa depresi (ketakutan) yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Sejak saat itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menggelari Umar dengan al-Faruq. Karena dengan melalui beliau, Allah memisahkan antara yang hak dan yang batil. (Lihat: Hilyah al-Auliya’: 1/40, al-Ishabah: 2/512, Fathul Baari: 7/59)

Sebenarnya, bukti yang menguatkan absahnya aksi masa dalam menyuarakan kebenaran untuk keagungan Islam telah ditunjukkan oleh syi’ar dan syariatnya. Salah satunya shalat berjama’ah, shalat Jum’at, dan shalat dua hari raya. Bahkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada para wanita haid dan dalam pingitan untuk tetap menghadiri tempat shalat Ied dengan tujuan, “Agar mereka menyaksikan kebaikan dan dakwah (khutbah) kaum muslimin.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, no. 1136) Kebaikan yang disaksikan di sini adalah banyaknya kaum muslimin dan menampakkan syi’ar keislaman.

Sesungguhnya keterangan-keterangan di atas mengarah pada satu tujuan, yaitu menampakkan ‘izzah (kemuliaan) Islam dan memperbanyak jumlah kaum muslimin. Dan bab ini bagian dari dakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Sesungguhnya perkumpulan besar kaum muslimin di satu tempat, seperti shalat berjama’ah, shalat Jum’at, shalat ‘Ied untuk menunjukkan banyaknya orang yang memperoleh petunjuk dan besarnya jumlah kaum muslimin. Sunnah ini juga berlaku dalam peperangan, banyaknya jumlah personil dan lengkapnya persenjataan militer bisa membuat ciut nyali musuh dan menakut-nakuti musuh-musuh Allah serta bisa meninggikan kemuliaan Islam.

Sesungguhnya kedudukan aksi masa atau protes masa (mudhaharah/demo) adalah bagian dari sarana. Dan asal hukum sarana adalah mubah. Dia mengikuti hukum tujuan/maksud yang ingin direalisasikan, jika itu baik maka hukumnya baik, begitu juga sebaliknya. Dan tujuan aksi bersama yang dilakukan kaum muslimin untuk memperjuangkan kebenaran, menolak kezaliman, menyingkap kedok dan kepentingan penguasa, membuka mata masyarakat, dan meluruskan opini mereka adalah bagian dari kebaikan dan dakwah. Bahkan bagian dari jihad yang paling utama, “Jihad paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan raja atau pemimpin yang lalim.” (HR. Abu Dawud dan lainnya dari Abu Sa’id al-Khudri. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah, no. 491)

Aksi demonstrasi juga pernah dilakukan seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mendapat restu darinya. Pernah ada seseorang mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengadukan tetangganya. Lalu beliau menyuruhnya untuk menaruh perabot rumahnya di jalan. Lalu dilaksanakan nasihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tadi. Maka setiap orang yang melewatinya bertanya, “Apa yang terjadi denganmu?” Dia menjawab, “Tetanggaku mengganggu/menyakitiku.” Lalu orang yang lewat tadi mendoakan keburukan bagi tetangganya tadi. Kemudian datanglah tetangganya tadi kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberitahukan kondisinya, maka beliau bersabda, “Sungguh Allah telah melaknatmu sebelum manusia.” Kemudian dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Kemudian datanglah orang yang mengadu tadi kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau menyuruh untuk mengambil perabotnya. (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan al-Bazzar dengan sanad Hasan)

Musuh-musuh Islam menebarkan syubhat di tengah-tengah masyarakat muslim, bahwa perbuatan tersebut sebagai tindakan haram, kegiatan para pemberontak, dan tasyabuh terhadap orang kafir.

Jika umat Islam terkena syubhat tersebut, maka padamlah perlawanan kepada kebatilan.

Musuh-musuh Islam menyadari bahwa aksi masa dan mudhaharah bagian dari strategi perang. Bahkan saat sekarang ini menjadi senjata yang paling menentukan. Mereka sangat khawatir akan kebangkitan umat Islam melalui aksi masa. Sehingga mereka menebarkan syubhat di tengah-tengah masyarakat muslim, bahwa perbuatan tersebut sebagai tindakan haram, kegiatan para pemberontak, dan tasyabuh terhadap orang kafir. Jika umat Islam terkena syubhat tersebut, maka padamlah perlawanan kepada kebatilan.

Pada ringkasnya, bahwa aksi bersama untuk menyuarakan kebenaran dan menentang kebatilan merupakan sunnah yang disyariatkan dan senantiasa dibutuhkan. Allah telah menetapkannya sebagai sarana untuk menunjukkan keingkaran terhadap prilaku bejat, jahat dan merusak dalam firman-Nya,

وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Nuur: 2)

Pada ringkasnya, bahwa aksi bersama untuk menyuarakan kebenaran dan menentang kebatilan merupakan sunnah yang disyariatkan dan senantiasa dibutuhkan.

Aksi masa juga disunnahkan untuk merayakan hari raya, menyambut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, saat melepas pasukan dan merayakan kehadiran mereka. Aksi masa tersebut bertujuan untuk menunjukkan kekuatan umat Islam sehingga musuh atau pihak-pihak tertentu gentar dan ciut nyali sehingga tidak berani menghinakan Islam dan membea kebatilan. Aksi masa ini telah membuahkan hasilnya, seperti yang diakui Abu Sufyan sebelum memeluk Islam. Saat dia melihat besarnya jumlah umat muslim, maka dia tidak lagi berpikir membuat makar untuk melawan Islam.

Maka jika saat ini umat Islam tidak menunjukkan aksi masa yang menampakkan besarnya jumlah dan persatuan mereka untuk menuntut hak-hak umat muslim, maka apa yang akan tersisa? Maka menampakkan kebenaran dan menumbangkan kebatilan dengan segenap sarana yang ada (mubah) telah dibenarkan oleh beberapa nash yang disebutkan di atas. Bahkan itu bagian dari sunnah yang ditegakkan oleh Islam. Wallahu Ta’ala a’lam.

Read More......