BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS
create your own banner at mybannermaker.com!

Thursday, February 24, 2011

Anak, Mutiara bagi Orang Tua

Hidup itu pilihan. Kata-kata yang selalu terngiang di telinga kita, terucap lancar dari lisan kita, atau terekam jauh dalam pikiran kita, tatkala memerlukan jawaban yang "membenarkan" segala yang kita lakukan, sebuah konsekuensi yang mau tidak mau harus diterima oleh diri kita, oleh kehidupan kita.


Entah benar atau salah...apalagi jika sudah berhubungan dengan kehidupan, walaupun terkadang...persepsi kehidupan yang mana yang ia maksud, kehidupan sekarang atau kehidupan nanti yang kekal abadi..?? Yup..semua adalah pilihan.




Akankah begitu sulitnya, ketika kita harus memilih..mana yang prioritas, mana yang bukan? apalagi jika menyangkut tentang "anak-anak"..?
Miris, sedih..ketika melihat anak-anak yang terasingkan dari orang tuanya yang mana kala ada tuntutan yang mengharuskan orang tuanya bekerja.

Semua faham, anak adalah mutiara bagi orang tua. Mutiara bagi kehidupan orang tua. Very Special! Banyak bersyukur ketika dianugerahi anak, karena tidak semua bisa mendapatkannya. Banyak yang mendambakan kehadiran buah hati, melakukan banyak cara untuk mendapatkankannya. Ya Rabbi..Rasa syukur yang tiada terkira, Engkau amanatkan kepada kami buah hati sebagai penyejuk hati.

Sedih, marah, kecewa..ketika melihat kasus-kasus yang membuang bayi yang tak berdosa, menelantarkannya, bahkan membunuhnya. Na'udzubillah min dzalik.

Nah..ini faktor penyebabnya. Anak adalah anugerah sekaligus amanah buat kita selaku orang tua. karena terkadang, bukan kasus orang-orang karena kesalahan masa lalunya saja yang tidak mengharapkan si buah hati lahir dengan alasan malu aibnya ketahuan, atau faktor kemiskinan, atau faktor ketakutan masa depan,hingga ujung akhirnya anak yang jadi korbannya.

Bukan..bukan hanya itu.

Anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga yang berkecukupan atau bahkan berlimpah, juga bisa saja terasingkan dengan kondisi yang tanpa disadari orang tua yang terlalu sibuk, menjadi kehilangan moment-moment emas mereka. Ada sebagian orang tua yang karena kesibukannya sulit untuk menyempatkan waktu bersama anaknya, dengan dalih..semua adalah untuk masa depan anak-anak juga. tumbuh kembang mental dan moral mereka dipercayakan oleh orang lain, posisi orang tua digantikan oleh pengasuh,kasih sayang yang anak-anak harapkan digantikan dengan uang, perhatian yang anak-anak damba ditukar dengan materi. Astaghfirullah..

Tidak bisa juga disalahkan ketika memang orang tua yang harus bekerja entah karena keterpaksaan atau sukarela. Memang sulit, ketika harus memutuskan apa yang harus dijalankan, ketika harus memilih, semua punya misi dan visi, punya tujuan dalam kehidupan masing-masing. Apalagi, memang punya tujuan mulia, untuk mempersiapkan masa depan buah hatinya juga, berjuang untuk anak-anak juga. InsyaAllah sangat mulia, tapi sayang...terkadang, orangtua suka lupa, terbengkalai akan pilihan hidup ini. Semua ada konsekuensinya, tanggung jawabnya. Dan tidak bijak rasanya, jika konsekuensi itu justru dibebankan pada anak-anaknya sendiri atau pihak-pihak lain yang dilibatkan.

Hei..lebih dasyat lagi..ketika melihat fenomena orang tua yang mereka menyia-nyiakan anak-anak mereka, padahal ibunya tidak punya pekerjaan diluar rumah. miris melihat anak-anak yang bermain di depan rumah, pulang sekolah yang terkadang masih menggunakan seragam sekolah, dibiarkan bermain terus menerus, sementara ana lihat orang tuanya terutama ibu nya , asyik bergosip, nongkrong di pinggir jalan, ketawa ketiwi dengan riangnya. membiarkan anak-anak mereka bermain yang terkadang membuat hati ini geregetan, kata-kata yang keluar dari anak-anak mereka, keluar semua kata-kata makian, semua binatang disebut, saling mengolok-olok satu dengan yang lainnya, dan si ibu..sibuk saja dengan kesibukan "kumpul-kumpul"nya. Ckckck...

(Menarik nafas sejenak...)

Begitulah...gambaran yang biasa terjadi disekitar kita. Begitu banyaknya orang tua yang lupa (terutama ibu), tidak sadar akan hakekat yang jadi prioritas mereka.

***

Ana kutip perkataan syaikh Muhammad bin Shalih al'utsaimin rahimahullah, berikut ini:

Perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara:
1. perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal ini banyak didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar rumah.
2. perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa kalian, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)

jadi..ternyata,Pertumbuhan generasi suatu bangsa adalah pertama kali berada di buaian para ibu. Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam pembentukan pribadi sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar! Mengajari mereka kalimat Laa Ilaaha Illallah, menancapkan tauhid ke dada-dada mereka, menanamkan kecintaan pada Al Quran dan As Sunah sebagai pedoman hidup, kecintaan pada ilmu, kecintaan pada Al Haq, mengajari mereka bagaimana beribadah pada Allah yang telah menciptakan mereka, mengajari mereka akhlak-akhlak mulia, mengajari mereka bagaimana menjadi pemberani tapi tidak sombong, mengajari mereka untuk bersyukur, mengajari bersabar, mengajari mereka arti disiplin, tanggung jawab, mengajari mereka rasa empati, menghargai orang lain, memaafkan, dan masih banyak lagi. Termasuk di dalamnya hal yang menurut banyak orang dianggap sebagai sesuatu yang kecil dan remeh, seperti mengajarkan pada anak adab ke kamar mandi. Bukan hanya sekedar supaya anak tau bahwa masuk kamar mandi itu dengan kaki kiri, tapi bagaimana supaya hal semacam itu bisa menjadi kebiasaan yang lekat padanya. Butuh ketelatenan dan kesabaran untuk membiasakannya.

Lalu bagaimana jika tanggung jawab yang semstinya menjadi prioritas kita abaikan, hanya untuk mencari "materi"?? Ingat.. siapa yang menanam akan menuai benih.
Bukankah wajib hukumnya, memelihara keluarga kita dari siksa adzab neraka yang pedih?

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6).

Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa beberapa ulama mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang anaknya pada hari kiamat sebelum si anak sendiri meminta pertanggungjawaban orang tuanya. Sebagaimana seorang ayah itu mempunyai hak atas anaknya, maka anak pun mempunyai hak atas ayahnya. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kami wajibkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al Ankabut: 7), maka disamping itu Allah juga berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang berbahan bakar manusia dan batu.” (QS. At Tahrim: 6)

Ibnu Qoyyim selanjutnya menjelaskan bahwa barang siapa yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, lalu ia membiarkan begitu saja, berarti telah melakukan kesalahan besar. Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua yang acuh tak acuh terhadap anak mereka, tidak mau mengajarkan kewajiban dan sunnah agama. Mereka menyia-nyiakan anak ketika masih kecil sehingga mereka tidak bisa mengambil keuntungan dari anak mereka ketika dewasa, sang anak pun tidak bisa menjadi anak yang bermanfaat bagi ayahnya.

Adapun dalil yang lain diantaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang dekat.” (QS asy Syu’ara’: 214)

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya di rumah, dia bertanggung jawab atas keluarganya. Wanita pun pemimpin yang mengurusi rumah suami dan anak-anaknya. Dia pun bertanggung jawab atas diri mereka. Budak seorang pria pun jadi pemimpin mengurusi harta tuannya, dia pun bertanggung jawab atas kepengurusannya. Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari 2/91)

Dari keterangan di atas, nampak jelas bahwa setiap insan yang ada hubungan keluarga dan kerabat hendaknya saling bekerja sama, saling menasehati dan turut mendidik keluarga. Utamanya orang tua kepada anak, karena mereka sangat membutuhkan bimbingannya. Orang tua hendaknya memelihara fitrah anak agar tidak kena noda syirik dan dosa-dosa lainnya. Ini adalah tanggung jawab yang besar yang kita akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.

***
Memang, mempersiapkan masa depan itu penting, tapi tak kalah penting adalah masa sekarang -bersama anak tercinta- dengan sebaik dan semaksimal mungkin.Saat yang sekarang yang mereka butuhkan, mereka butuh kehadiran,kasih sayang, perhatian dari kedua orang tuanya. meluangkan waktu bersama mereka, menjadi momen yang akan mereka ingat sepanjang masa. Jangan cukup diberikan "waktu sisa" kepada anak-anak,bagaimana akan menciptakan keluarga impian jika kita sebagai orang tua hanya bisa memberi waktu yang tersisa saja, padahal jelas-jelas, kehidupan mereka sekarang adalah kenyataan, masa depan mereka adalah ketidakpastian dan masih berwujud harapan,berjuang untuk masa depan yang belum tentu pasti, tapi sudah terenggut masanya sejak dini,terbuang sia-sia, hanya untuk mengejar obsesi semu, melupakan hakekat sebenarnya dalam menjaga amanah Allah ini.

Semoga bisa menginstropeksi diri ini pribadi dan semua yang membaca.

Wallahu'alam.











0 comments:

Post a Comment