BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS
create your own banner at mybannermaker.com!

Thursday, February 10, 2011

Jika Akhwat Naik Ojek??

By: Ummu Zaid Taqy


Bismillahirrahmaanirrahiim...


"Um..panas banget nh, kita naek ojek aja yuk..". Haah??..*sambil bingung..tapi langsung tersadar.."afwan, ana ga bisa naik ojek, um.." kenapa? tanyanya bingung juga sambil sesekali menghapus keringatnya, karena terlalu lama menunggu angkot yang lamaaaa ga nongol-nongol.
Pertanyaan seperti itu, sering ana dapatkan, bukan hanya dari teman, bahkan orang tua dan saudari2 ana juga sering meledek abis. Ribet..!! kata mereka.


Sebenarnya hanya simple aja bagi ana, alasan menuruti perintah suami ketika baru menikah dulu.Awalnya juga sedikit bingung, kenapa sih? hari gini gituuu..? khan jadi lama nyampenya? toh, ga pegangan si abangnya, bla..bla..bla..
Yaa..itu alasan ana yang sampai detik ini, ga berani untuk melanggar. Berhusnudzhan saja, perintah suami hanya untuk kebaikan istrinya, karena itu mungkin salah satu sayangnya pada istri..ehm..ehm..

Tapi..tunggu dulu,..

Ga semua bisa menerima pendapat itu. Alasan tersebut dianggap terlalu berlebih2an. "aah, suami ente aja yang terlalu jeaulous". Apa bedanya naik ojek dengan naik taksi yang hanya berdua dg sopir, atau naik bis yang berdesak2an..Alasan dan "counter" yang beragam, semua ingin pembenaran.


***************

Sebenarnya, jika mengikuti fikiran layaknya human being, memang...terkesan mengada2, menyusahkan, dan menyulitkan diri sendiri, dan ujung2nya rencana tiba tepat waktu, meleset hanya karena fasilitas yang tidak ada, atau angkutan umum yang susah.Apalagi, sebagai seorang muslimah, sedikit kerepotan jika harus keluar rumah tapi angkutan umum yang jarang dan hanya ada ojek. Sebagai muslimah yang setiap tindak tanduknya selalu berusaha menjaga norma2 yang ada, tentunya agak kurang sreg jika harus berboncengan dengan lawan jenis yang bukan mahrom.

Jika keadaan yang memang darurat, mungkin bisa dimaklumi..tapi, jika harus naik ojek pagi, siang, petang, tiap hari..apakah itu juga termasuk darurat??? Apalagi, masih ada alternatif lain, bisa dg berjalan kaki, naik angkutan umum, naik becak misalnya..??

Jadi ingat, pesan suami..lebih baik kamu jalan kaki, daripada naik ojek..! wiiiihh..sadis ga tuh kedengarannya..^_^..Tapi, Alhamdulillah..sampai detik ini, instruksi suami mudah2an selalu ana ingat dan jaga. Jujur, ga berani coba2...coba2 mangkir, coba2 diam2, coba2 bohong...Oh, Ga deh..jangan sampai. Allah Maha Melihat segalanya..Coba bayangkan, jika dalam keadaan ana naik ojek, eeh..tiba2 nyusruk atau jatuh..kebayang khan?? Takut dosa ah. hehe..

Lanjuut...

Motor tuh sudah banyak sekali yaa, abang2 becak saja sudah mulai tergilas dengan fenomena menjamurnya motor ini. Kemudahan kredit makin menambah jumlah pengendara di jalan raya, atau di sekolah-sekolah sekalipun.Anak2 SMP, SMA, sekarang udah jarang yang terlihat pakai sepeda ke sekolah atau jalan kaki. Parkiran sekolah sudah padat dengan motor. itu tidak hanya di jalan besar, di kampung2 pun sudah ga zaman yang pakai "kaki" lagi (baca: jalan) atau bersepeda ria.
Ya..iya,, mudah2an memang ekonomi negara kita memang sudah makin baik lah...*amiiiin....

Ga bisa dipungkiri, motor adalah pilihan yang paling tepat untuk berkendara. Terlebih kita lihat jalanan sekarang ini, macet dimana-mana. Bagi orang atau ummahat yang seperti ana yang tidak ada fasilitas motor (hihi..curhat), butuh banget akses cepat dan murah seperti motor tadi.

Keberadaan ojek, memang menggoda bagi ummahat/akhwat yang sering berinteraksi diluar rumah tapi tidak menggunakan fasilitas pribadi. Peran suami untuk terus mengantar istrinya juga terasa sulit karena juga punya kepentingan dan tanggung jawab yang lain. Tuntutan untuk interaksi sosial,taklim, dakwah kemana-mana serasa kontradiktif, ketika kita menganjurkan orang lain untuk berlaku secara kaffah tapi kita malah berboncengan dengan selain mahrom.

Masalah ini memang belum bisa dikatakan tuntas, terbukti..masih banyak terlihat ummahat/akhwat berkeliaran dengan menumpang ojek.Apakah hal ini bukan sesuatu yang urgent, sehingga bukan persoalan berat? atau memang faktor ketidaktahuan mereka..??

Hmm..jadi terinspirasi untuk mencari tau lebih, dari sekedar hanya menuruti perintah suami.

***********

Memang ada ketentuan di dalam syariat Islam tentang pergaulan antara laki-laki dan wanita. Salah satunya larangan untuk berduaan, bersentuhan atau saling bersamaan tanpa mahram.
Jika kendaraan tersebut (ojeg)di atasnya menggunakan, seperti pelana (semacam tempat duduk tersendiri, dengan pegangannya), atau yang sejenis, dimana kalau wanita tersebut naik di belakangnya, dia tidak akan menyentuh pemboncengnya, dan rute perjalanannya di dalam kota, dengan kata lain tidak melintasi kawasan terpencil, maka hukumnya boleh jika memenuhi dua syarat ini: (1) wanita tersebut naik di belakangnya, sementara dia tidak menyentuh pemboncengnya, dan (2) tidak membawanya, kecuali pada rute dimana mata orang bisa memandanginya. Alasannya, karena Rasulullah saw. pernah membawa Asma’ ra. (adik ipar Nabi) di Madinah, tatkala dia memikul beban yang berat di atas kepalanya. Maka, Rasulullah saw. hendak merundukkan untanya agar bisa dinaiki Asma’, namun Asma’ lebih suka melanjutkan perjalanannya, dengan tidak menaiki (unta Nabi). Sudah lazim diketahui, bahwa di atas unta itu ada punuk, dimana yang pertama bisa dinaiki oleh seseorang, setelah itu berikutnya bisa dinaiki di belakangnya, sementara orang yang kedua tidak harus menyentuh orang yang pertama. Punuk tadi ada di antara kedua orang tersebut. Orang yang kedua pun bisa memegang punuk tadi, sesuka hatinya. Dengan kata lain, unta itu merupakan kendaraan yang memungkinkan untuk dinaiki dua orang, dimana satu sama lain tidak harus saling berpegangan.

Al-Bukhari telah mengeluarkan dari Asma’ bint Abi Bakar berkata:

وَكُنْتُ أَنْقُلُ النَّوَى مِنْ أَرْضِ الزُّبَيْرِ الَّتِيْ أَقْطَعَهُ رَسُوْلُ اللهِ  عَلَى رَأْسِيْ … إِلَى أَنْ تَقُوْلَ “ثُمَّ قَالَ الرَّسُوْلُ  إِخْ إِخْ لَيَحْمِلْنِي خَلْفَهُ فَاسْتَحْيَيْتُ …”.

Saya pernah membawa benih dari tanah az-Zubair (suami saya), yang telah diberikan oleh Rasulullah saw., dipanggul di atas kepala saya… sampai pernyataan beliau: Kemudian, Rasulullah saw. berkata: Ikh, ikh agar beliau bisa membonceng saya di belakangnya, tetapi saya merasa malu..

Ikh, ikh maksudnya, beliau ingin merundukkan untanya (supaya bisa dinaiki Asma’ di belakangnya).

Karena itu, jika bagian punggung kendaraan tersebut memang siap untuk dinaiki dua orang, tanpa harus bersentuhan satu sama lain, sementara rute perjalanannya bukan di kawasan sepi (terpencil), maka hal itu boleh (mubah).
Tetapi, jika tidak (memenuhi dua syarat tersebut), maka tidak boleh (haram). maka bisa ditarik kesimpulan, bahwa naiknya wanita di ojek, dibelakang lelaki (bukan mahram) yang tidak ada sesuatu yang bisa memisahkan tempat duduknya, dalam konteks seperti ini hukumnya tidak boleh (haram). Namun, kalau orang-orang itu ingin membonceng di belakangnya, hendaknya membonceng kaum pria saja, atau membawa kaum wanita tersebut dengan mengendarai kendaraan (seperti motor tossa yang di belakangnya ada gerobak pengangkut, atau becak Aceh), sementara pria pengendaranya membawa mereka. Bukan dengan wanita tersebut naik di belakangnya (ojek), dan memegangi (tubuh pengemudi)-nya, maka ini hukumnya tidak boleh (haram).

***************

Yup..tantangan bagi muslimah sekarang ini. Disaat harus berjuang menjaga keistiqomahan dalam diri dalam menegakkan Islam secara kaffah tidak mudah. Tapi, memudah2kan segala sesuatu dengan alasan "darurat", khawatir akan membuka kehancuran dan menjadi "biasa", samar dan akhirnya tidak membekas sama sekali.

Solusinya..belajar berkendara sendiri atau usaha cari ojek perempuan atau bareng teman ikutan bonceng..hehe (pengalaman..). Alhamdulillah nya, teman2 seperjuangan ana sangat2 baik menawarkan diri untuk bareng atau jemput (jarang2 ada ojek yang cari penumpang) karena mungkin mereka tau, mereka suka jika mereka masih bermanfaat, semoga amal mereka diterima oleh Allah. Amiin

Jadi...Husnudzhon ana, jika ada akhwat / ummahat yang masih naik ojek..mungkin ia sedang dalam keadaan darurat. Semoga darurat itu tidak sering melanda kita, sehingga kita menjadi pengguna darurat langganan dan semoga kita tidak dalam kondisi darurat yang harus menggunakan jasa ojek.


Wallahu'alam bishawab..



0 comments:

Post a Comment